Edaran Bupati Tangerang soal larangan biduan berperilaku dan berpakaian seronok selama pentas di panggung disambut positif sebagian besar masyarakat terutama kaum ibu. "Kalau mereka tampil seronok jadi malu sendiri kita melihatnya. Apalagi banyak ditonton anak-anak," kata Eneng, ibu rumah tangga di Suryabahari Pakuhaji, Tangerang, Senin (14/7).
Eneng mengaku senang ketika Bupati mengeluarkan larangan. "Kita jadi enak ngomong kalau biduannya macem-macem," katanya.
Pendapat yang sama dikemukakan Syamsiah, warga Pondok Kopi Sepatan, Tangerang. Menurut wanita yang bekerja membersihkan plastik bekas ini, tontonan organ tunggal dengan penyanyi dangdut yang suka mengumbar aurat selama ini cukup membuat malu mereka yang menontonnya. "Kalau saya mah malu melihatnya. Kami juga pernah ngomong ke Jaro di sini jangan undang penyanyi tersebut tapi kadang masih juga," katanya.
Di wilayah Tangerang terutama kawasan Pantura, organ tunggal menjadi semacam hiburan rakyat yang murah meriah. Acara ini digelar tak hanya malam tetapi juga siang hari untuk mengisi pesta hajatan pernikahan atau sunatan.
Tetapi belakangan hiburan rakyat itu mendapat sorotan masyarakat hingga Bupati Tangerang Ismet Iskandar. Merespons penolakan warga, Bupati Ismet pun mengeluarkan larangan kepada biduan yang berpenampilan seronok saat hajatan seperti pernikahan dan sunatan. Pelarangan ini diperkuat dengan diterbitkannya Surat Edaran (SE) Bupati Tangerang Ismet Iskandar Nomor 01 Tahun 2008 tentang Penertiban dan Penindakan Penyelenggaraan Hiburan yang Meresahkan dan Mengganggu Ketentraman Masyarakat. Surat edaran ini disampaikan ke seluruh Muspida dan Muspika di Kabupaten Tangerang.
"Saya perlu mengeluarkan pelarangan itu karena masyarakat sudah resah dengan fenomena ini," kata Ismet di Gedung Pendopo Kabupaten Tangerang, akhir pekan lalu.
Bagi para pelanggar akan diberi hukuman. Aparat penegak hukum di Kabupaten Tangerang yang menangkap basah para biduan yang tampil seronok itu akan menjeratnya dengan Pasal 281 KUHP dengan ancaman hukuman 2,8 tahun penjara. Pasal ini mengatur tindakan sengaja merusak kesopanan di muka umum.
Selain itu, juga mereka yang terjaring bertindak seronok, bisa diancam Pasal 296 KUHP, yakni pelaku asusila yang menjadikan perbuatannya sebagai mata pencarian dengan ancaman 1,4 tahun penjara.
Dijelaskan, selain hukuman berdasar KUHP, Pemkab Tangerang juga menggunakan payung hukum terkait masalah ini yakni Pasal 11 Perda Nomor 20 Tahun 2004 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum. Dalam Perda itu disebutkan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan asusila di rumah-rumah, gedung, hotel, wisma, penginapan, tempat usaha, di jalan, taman, dan tempat umum. "Jika melanggar, hukumannya bisa enam bulan penjara atau denda Rp 5 juta," kata Ismet.
Larang Saweran
Ditambahkan, surat edaran itu hanya memberi izin kepada penyedia atau penyelenggara yang secara tertulis menjamin terselenggaranya hiburan itu tanpa ada penampilan seronok.
"Saya juga melarang masyarakat yang nonton hiburan itu untuk tidak bergoyang atau menyanyi. Termasuk memberi saweran. Karena ini juga dapat mengarah kepada tindakan asusila. Saya minta kepada petugas untuk segera menghentikan jika ada yang biduan tampil seronok," ungkapnya.
Sumber : Suara Pembaruan.com/VM